Oleh. Hj. Umayah, M.Ag.
Staff Pengajar IAIN Syekh Nurjati fakultas Ushuluddin
Abstrak
Kitab Ahmad bin Hanbal ditulis oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad Al-Syaibani Al-Marwazi (L. 164 H. dan W. 241 H.). Di dalam kitab tersebut terdapat istri-istri Rasulullah SAW yang merupakan perawi di kalangan perempuan. Di antara istri-istri Rasulullah SAW, yang paling banyak kontribusinya dalam periwayatan Hadis-hadis yang terdapat pada kitab Musnad Ahmad bin Hanbal tersebut adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Secara teori belajar hadis lebih sulit dari pada belajar al-Qur’an, dikarenakan hadis terdapat pada beberapa kitab sumber hadis sedangkan Al-Qur’an hanya terdapat dalam satu mushaf. Selain itu struktur hadis terdiri dari; sanad, matan dan perawi/mukharrij, sehingga penelitian dalam bidang hadis mencakup beberapa kajian di antaranya kajian sanad dan kajian matan. Dalam kajian sanad termasuk di dalamnya studi tokoh atau rijal al-hadis, sering kali menjadi bahasan dalam penelitian sanad hadis. Pada kesempatan ini penulis mengkaji satu tokoh perempuan di kalangan istri Rasul SAW dan sekaligus termasuk thabaqat sahabat yaitu ‘Aisyah, sebagai satu data yang bisa dijadikan salah satu literatur dalam pembelajaran hadis.
A. Latar Belakang Masalah
Hadis merupakan sumber kedua dalam hukum Islam setelah Al-Qur’an. Karena rujukan utama dalam istinbath hukum Islam adalah Al-Qur’an yang tidak diragukan lagi kebenarannya (QS.2:2). Sedangkan Hadis merupakan sabda Rasulullah SAW yang belum dapat dipastikan ke-Shahih-annya, bahkan banyak Hadis-hadis yang diklaim sebagai Hadis palsu.
Dalam periwayatan Hadis, istri-istri Rasulullah SAW merupakan shahabat dekat Rasulullah SAW yang tentunya banyak melihat dan mendengar langsung apa yang dilakukan dan diucapkan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.
Al-Mubarakfury menjelaskan bahwa istri-istri Rasulullah SAW ada 11 orang, di antanya; Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Zum’ah, ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq, Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah, Zainab binti Jahsy bin Rayyab, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan, Shafiyah binti Huyai bin Akhthab dan Maimunah binti Al-Harits.[1]
Dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal disebutkan hanya 8 orang saja dari istri-istri Rasulullah SAW yang memberikan kontribusi dalam periwayatan Hadis, di antaranya; ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidddiq, Hafshah binti Umar bin Khaththab, Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah, Zainab binti Jahsy bin Rayyab, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan, Maimunah binti Al-Harits dan Shafiyah binti Huyai bin Akhthab. Sedangkan yang tidak termasuk ke dalam perawi kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yaitu Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Zum’ah dan Zainab binti Khuzaimah.[2]
Al-Mubarakfury menambahkan bahwa Khadijah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia saat Rasulullah SAW masih hidup,[3] sehingga mereka tidak terlibat secara penuh dalam periwayatan Hadis.
Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu kitab rujukan asli Hadis (mashadir al-ashliyah) dalam penelusuran Hadis, dan salah satu dari Al-Kutub Al-Tis’ah[4] yang dijadikan sebagai alat bantu dalam penelitian Hadis. Ada dua cetakan yang berbeda karena diterbitkan oleh penerbit yang berbeda. Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yang biasa digunakan di beberapa perpustakaan Perguruan Tinggi Islam terdiri dari 6 jilid dan 2892 halaman yaitu; jilid I terdiri dari 477 halaman, jilid II terdiri dari 541 halaman, jilid III terdiri dari 503 halaman, jilid IV terdiri dari 447 halaman, jilid V terdiri dari 456 halaman dan jilid VI terdiri dari 468 halaman.
Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal tersebut di atas merupakan terbitan Dar Al-Fikr Beirut Libanon tanpa tahun. Sedangkan kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yang diterbitkan Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah Riyadl terdiri dari satu jilid besar dengan jumlah 2065 halaman.
Jumlah Hadis istri-istri Rasulullah SAW yang termasuk sebagai pe-rawi dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal terbitan Riyadl, dapat dilihat pada tabel berikut ;
No. |
Nama |
No. Hadis |
Jumlah Hadis |
Halaman Kitab |
1 |
‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq |
24511-26944 |
2434 |
1803-1963 |
2 |
Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab |
26955-27003 |
49 |
1964-1968 |
3 |
Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah |
27004-27286 |
283 |
1968-1988 |
4 |
Zainab binti Jahsy bin Rayyab |
27287-27290 |
4 |
1988-1989 |
5 |
Juwairiyah binti Al-Harits |
27291-27294 |
4 |
1989 |
6 |
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan |
27295-27321 |
27 |
1989-1991 |
7 |
Maimunah binti Al-Harits |
27331-27394 |
64 |
1992-1996 |
8 |
Shafiyah binti Huyai bin Akhthab |
27395-27404 |
10 |
1996-1997 |
Berdasarkan tabel di atas dapat dipastikan bahwa yang paling banyak kontribusinya dalam periwayatan Hadis adalah istri Rasulullah yang bernama ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada prakteknya, dalam pembelajaran Hadis sering dijumpai kebutuhan akan tema-tema secara mandiri sebagai referensi terkait dengan literatur Hadis, terutama kalangan perempuan shahabat yang merupakan perawi-perawi yang dekat dengan Rasulullah SAW. Oleh karena itu berdasarkan kebutuhan tersebut, pada kesempatan ini penulis ingin mencoba mentakhrij Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq yang terdapat di dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal cetakan Riyadl.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dilihat bahwa jumlah hadis Siti ‘Aisyah yaitu 2434 buah hadis. Dikarenakan waktu yang sangat terbatas, maka supaya representatif penulis mengambil 15 % dari jumlah tersebut yaitu sekitar 365 buah hadis saja akan ditentukan bab-babnya kemudian menentukan satu hadis saja sebagai sampel untuk dilakukan takhrij secara al-akhdzu/al-naql supaya dapat melihat kuantitas Hadisnya, selanjutnya dilakukan takhrij secara tashhih dan i’tibar agar dapat diketahui kualitasnya, asbab wurud dan penjelasan matannya, sebagai penelitian pendahuluan, dengan demikian rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana latar kehidupan ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. hingga beliau menjadi salah satu perawi kalangan perempuan yang paling banyak meriwayatkan Hadis?
2. Bab apa saja Hadis-hadis yang diriwayatkan ‘Aisyah binti Abu Bakar dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal?
3. Bagaimana kuantitas dan kualitas Hadis riwayat ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal yang dijadikan sampel penelitian Hadis?
4. Bagaimana asbab al-wurud dan penjelasan matan Hadis ‘Aisyah yang dijadikan sebagai sampel penelitian Hadis?
C. Metode dan Teknik
Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan (kajian teks/literatur) dengan metode takhrij yaitu Takhrij Al-Naql/Al-Akhdzu, Takhrij Tashhih dan Takhrij I’tibar. Dalam kajian kepustakaan terdapat sumber primer dan sumber sekunder. Adapun sumber primer dalam penelitian ini di antaranya adalah; kitab Mu’jam Mufahras li Alfadh Al-Hadits Al-Nabawi, Al-Kutub Al-Tis’ah dan kitab-kitab Rijal Hadis dalam hal ini penulis menggunakan kitab Tahdzib Al-Tahdzib karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dan dibantu dengan CD Hadis. Sedangkan sumber sekunder yaitu kitab-kitab fan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam menggunakan kitab Mu’jam Al-Mufahras li Alfadh Al-Hadits Al-Nabawi dapat dilihat pada contoh yang disajikan oleh Mahmud Thahan dalam bukunya “Ushul Al-Takhrij wa Dirasah Al-Asanid”[5] sebagai berikut :
No. |
Contoh Rumus |
Keterangan |
1 |
ت أدب 15 |
Terdapat pada bab 15 dari kitab Adab dalam Sunan Al-Tirmidzi |
2 |
جه تجارة 31 |
Terdapat pada bab 31 dari kitab Tijarah dalam Sunan Ibnu Majah |
3 |
حم 4, 175 |
Terdapat pada halaman 175 jilid 4 dalam Musnad Ahmad bin Hanbal |
4 |
خ شركة 3, 16 |
Terdapat pada bab 3 dan 16 dari kitab Syirkah dalam Shahih Al-Bukhari |
5 |
د طهارة 72 |
Terdapat pada bab 72 dari kitab Thaharah dalam Sunan Abu Daud |
6 |
دي صلاة 79 |
Terdapat pada bab 79 dari kitab Shalat dalam Sunan Ad-Darimi |
7 |
ط صفة النبي 3 |
Terdapat pada Hadis nomor 3 dari kitab Shifat An-Nabi dalam Muwatha’ Malik |
8 |
م فضائل الصحابة 165 |
Terdapat pada Hadis nomor 165 dari kitab Fadla’il Ash-Shahabah dalam Shahih Muslim |
9 |
ن صيام 78 |
Terdapat pada bab 78 dari kitab Shiyam dalam Sunan An-Nasa’i |
Adapun teknis penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjawab persoalan yeng pertama, penulis mengutip beberapa kitab atau buku yang memuat tema tentang bioghrafi Siti ‘Aisyah dan Rihlah ‘Ilmiyah nya dalam periwayatan hadis.
2. Untuk menjawab persoalan yang kedua, penulis melakukan trianggulasi data dengan kitab-kitab “Mashadir Al-Ashliyah“. Dalam menentukan klasifikasi bab-bab hadis Siti ‘Aisyah, untuk mempermudah penelusuran, penulis menggunakan CD hadis dan melakukan trianggulasi dari tema-tema hadis yang muncul pada masing-masing mudawwin. Kemudian menentukan tema yang paling banyak digunakan oleh mudawwin-mudawwin tersebut.
Apabila ada tema yang samanya lebih dari satu dari masing-masing mudawwin, maka penulis mengambil tema yang sesuai dengan matan hadisnya. Akan tetapi apabila hanya Ahmad bin hanbal saja yang meriwayatkan hadis Siti Aisyah tersebut, maka penulis melihat “Maudhu’” yang ada di dalam CD hadis dan mengambil tema yang sesuai dengan matan hadis.
3. Untuk menjawab persoalan yang ketiga, penulis melakukan trianggulasi data berdasarkan kitab Bantu yaitu kamus hadis (Al-Mu’jam Al-Mufhras li Alfadz Al-Hadits An-Nabawy), kemudian dibuat skema sanad untuk menentukan klasifikasi hadis dari segi kuantitas, syadz dan illatnya, dan mencari bighrafi para perawi utamanya dilihat ratibah-nya untuk menentukan klasifikasi kualitas hadisnya.
- Sedangkan untuk menjawab persoalan yang keempat, penulis menggunakan cross reference dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dan dengan hadis pada jalur-jalur lain dari kitab mashadir dari hadis yang diteliti tersebut serta melihat syarah-syarah hadis untuk melihat asbab wurud dan penjelasan matannya, ditambah dengan wawancara kepada bebrapa informan, untuk mengetahui sejauh mana hadis-hadis Rasulullah SAW dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi umat Islam.
D. Hasil Penelitian
Penelitian ini penulis mulai dengan membahas tentang bioghrafi ‘Aisyah. Nama asli ‘Aisyah adalah ‘Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shiddiq At-Taimiyah, beliau adalah ibunya orang-orang yang beriman (ummul mu’minin), julukannya adalah Ummu ‘Abdillah Al-Faqihah, ibunya bernama Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abdi Syamsi bin ‘Utab bin Adzinah bin Dahman bin Al-Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. ‘Aisyah wafat pada bulan ramadhan tahun 58 Hijriyah. ’Aisyah menerima hadis mayoritas dari suaminya yaitu Muhammad Rasulullah SAW, dari ayahnya (Abu Bakar As-Shiddiq), dari Umar, Hamzah bin ’Amr Al-Aslami, Sa’d bin Waqash, Jidamah binti Wahab Al-Asdiyah dan Fatimah Az-Zahrah. Sedangkan orang-orang yang menerima hadis dari ’Aisyah banyak sekali di antaranya dari jalur keluarganya, jalur sahabatnya, jalur tabi’in besar. Banyak yang menilai beliau sebagai orang yang; jujur, tempat bertanya tentang faraidh, tempat bertanya tentang kucing, orang yang lebih tahu di antara manusia lainnya, ahli fiqih, se-faqih-faqihnya manusia, sebaik-baik manusia dalam meriwayatkan hadis, jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama dan yang paling dicintai Rasul SAW. Hadis riwayat ‘Aisyah tersebar kebeberapa kitab hadis di antaranya; (1) Musnad Ahmad bin Hanbal, (2) Shahih Al-Bukhari, (3) Shahih Muslim, (4) Sunan Abu Daud, (5) Sunan Al-Tirmidzi, (6) Sunan An-Nasa’i, (7) Sunan Ibnu Majah, (8) Sunan Ad-Darimi dan (9) Muwatha Malik. Alasan tentang kehebatan ‘Aisyah yaitu sebagai perawi terbanyak meriwayatkan hadis diantara istri-istri yang lainnya, di antaranya yaitu; 1) ‘Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di Kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. 2) Di hati Rasulullah SAW, kedudukan ‘Aisyah sangat istimewa, dan itu tidak dialami istri-istri beliau yang lain. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan bahwa cinta pertama yang terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada ‘Aisyah. 3) Kecerdasan ‘Aisyah dalam menyerap ilmu melalui panca inderanya ketika bersama dengan suaminya. Banyak hadis yang membicarakan tentang keutamaan ‘Aisyah di antaranya bahwa ‘Aisyah merupakan jodoh Nabi Muhammad SAW yang sudah ditentukan oleh Allah SWT yang dilihat secara langsung dalam mimpi Rasul. Rasulullah sangat memahami karakter ‘Aisyah baik ketika marah maupun sebaliknya. ‘Aisyah pernah di fitnah, tapi itu merupakan ucapan orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena ingin menjelek-jelekkan citra Rasul supaya masyarakat benci.Adasatu perbedaan yang mendasar antara ‘Aisyah dan Khadijah yaitu dari segi usia, kecerdasan, fisik dan kesaksian para ulama atas pribadi ‘Aisyah.
Adapun bab-bab hadis ‘Aisyah yang dijadikan sampel penelitian (365 buah hadis) yaitu terdiri dari 12 tema besar (kitab) dan terdiri dari 265 bab, yaitu: (1) Kitab Iman terdiri dari 18 bab, (2) Kitab Al-Akhlaq wa Al-Adab terdiri dari 20 bab, (3) Kitab Al-Ahwal Al-Syakhsiyah terdiri dari 13 bab, (4) Kitab Al-Asyrabah wa Al-Ath’amah terdiri dari 6 bab, (5) Kitab Al-Jinayat terdiri dari 5 bab, (6) Kitab Al-Jihad terdiri dari 1 bab, (7) Kitab As-Sirah terdiri dari 45 bab, (8) Kitab Al-‘Ilm terdiri dari 16 bab, (9) Kitab Al-‘Ibadat terdiri dari 113 bab, (10) Kitab Al-Qur’an terdiri dari 12 bab, (11) Kitab Al-Libas wa Az-Zinah terdiri dari 9 bab dan (12) Kitab Al-Mu’amalat terdiri dari 7 bab.
Karena melihat keterbatasan waktu, penulis membatasi hanya satu hadis saja yang di takhrij Al-Akhdzu, Al-Tashhih dan Al-I’tibar, yaitu hadis tentang meminta keselamatan sebagai berikut:
كتاب الإيمان
1 – (24842) حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ (ص 1823)[6]
Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari ‘Ashim bin Sulaiman dari ‘Abdullah bin Al-Harits dari ‘Aisyah, sesungguhnya nabi SAW telah bersabda; Apabila selesai salam (berdo’alah), Ya Allah Engkau Maha Penyelamat dan dari Engkau keselamatan keberkahanMu wahai yang memiliki ke-Agungan dan ke-Muliaan.(Hal. 1823)
Untuk melihat terdapat di dalam kitab apa saja hadis tersebut di atas, penulis menggunakan kitab Bantu yaitu Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Hadits An-Nabawi, ternyata hadis tersebut terdapat pada; (1) Shahih Muslim Kitab Masajid nomor hadis 135 dan 136, (2) Sunan Abu Daud Kitab Witir nomor bab 108,(3) Sunan At-Tirmidzi kitab Shalat nomor bab 108, (5) Sunan An-Nasa’I kitab Sahwi nomor bab 81 dan 82, (6) Sunan Ibnu Majah kitab Iqamah nomor bab 32, (7) Sunan Ad-Darimi kitab Shalat nomor bab 88 dan (8) Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 5 halaman 275 dan 280 juga jilid 6 halaman 62, 184 dan 235.
Untuk menganalisa secara kuantitas, maka penulis mendeskripsikan terlebih dahulu lewat skema sanad sebagai berikut:
Skema Sanad Muslim Kitab Iman Nomor Hadis 1:
|
Skema Sanad Abu Daud Kitab Iman Nomor Hadis 1:
|
Skema Sanad At-Tirmidzi Kitab Iman Nomor hadis 1:
|
Skema Sanad An-Nasa’i Kitab Iman Nomor Hadis 1:
Skema Sanad Ibnu Majah Kitab Iman Nomor Hadis 1:
|
Skema Sanad Ad-Darimi Kitab Iman Nomor Hadis 1:
|
|
Skema Sanad Ahmad bin Hanbal Kitab Iman Nomor Hadis 1:
Adapun untuk menggambarkan skema sanad secara keseluruhan barangkali terlalu banyak sehingga untuk mempermudah penulis menggunakan tabel yang terdiri dari thabaqat yang urutannya sesuai skema, nama perawi, jumlah perawi dan kualitas. Sebagai berikut:
NO. |
THABAQAT |
NAMA PERAWI |
JUMLAH PERAWI |
KUALITAS PERAWI |
1 |
I |
1. ‘Aisyah |
2 |
Al-‘Adalah wa At-Tautsiq |
2. Tsauban |
Al-‘Adalah wa At-Tautsiq |
|||
2 |
II |
1. Abu Asma’ |
2 |
Tsiqah |
2. Abdullah bin Al-Harits |
Tsiqah |
|||
3 |
III |
1. ‘Ashim bin Sulaiman |
3 |
Tsiqah |
2. Syidad Abu ‘Ammar |
Tsiqah |
|||
3. Khalid bin Mihran |
Tsiqah Yursal |
|||
4 |
IV |
1. Abu Khalid Al-Ahmar (Sulaiman bin Hayyan)
|
8 |
Shaduq Yakhtha’ |
NO. |
THABAQAT |
NAMA PERAWI |
JUMLAH PERAWI |
KUALITAS PERAWI |
2. Abu Mu’awiyah |
Tsiqah Ahfadz An-Nas |
|||
3. Syu’bah bin Al-Hajjaj |
Tsiqah Hafidz Mutqin |
|||
4. Al-Awza’iy |
Tsiqah |
|||
5. Abdul Wahid bin Ziyad |
Tsiqah |
|||
6. Yazid bin Harun |
Tsiqah Mutqin |
|||
7. Sufyan bin Sa’id |
Tsiqah Hafidz wa Rubbama Dallis |
|||
8. Ali bin ‘Ashim |
Shaduq Yakhtha’ Rumia bi At-Tasyayyu’ |
|||
5 |
V |
1. Ibnu Numair |
12 |
Tsiqah Hafidz |
2. Abu Bakar bin Abi Syaibah |
Tsiqah Hafidz |
|||
3. Abd Ash-Shamad bin Abd Al-Warits |
Shaduq Tsabt |
|||
4. Isa bin Yunus |
Tsiqah Ma’mun |
|||
5. Muslim bin Ibrahim |
Tsiqah Ma’mun |
|||
6. Abdullah bin Al-Mubarak |
Tsiqah Tsabt ‘Alim |
|||
7. Al-Walid bin Muslim |
Tsiqah Lakinnahu Katsir At-Tadlis wa at-Taswiyah |
|||
8. Khalid bin Al-Harits |
Tsiqah Tsabt |
|||
9. Muhammad bin Abd Al-Mulk |
Shaduq |
|||
10.Abd Al-Hamid bin Habib |
Shaduq wa Rubbama Akhtha’ |
|||
11.Abu Al-Mughirah |
Tsiqah |
|||
12.Waki’ bin Al-Jarrah |
Tsiqah Hafidz |
|||
6 |
VI |
1. Abd Al-Warits bin Abd ash-Shamad |
10 |
Shaduq |
2. Ibrahim bin Musa |
Tsiqah Hafidz |
|||
3. Ahmad bin Muhammad bin Musa |
Tsiqah Hafidz |
|||
4. Muhammad bin Al-A’la |
Tsiqah |
|||
5. Muhammad bin Ibrahim bin Shudran |
Shaduq |
|||
6. Mahmud bin Khalid |
Tsiqah |
|||
7. Abdurrahman bin Ibrahim |
Tsiqah hafidz Mutqin |
|||
8. Hisyam bin ‘Ammar |
Shaduq |
|||
9. Ad-Darimi |
Tsiqah Hafidz Imam Shaduq |
|||
10. Abu Ishaq Ath-Thaliqali |
Shaduq Yaghrib |
|||
NO. |
THABAQAT |
NAMA PERAWI |
JUMLAH PERAWI |
KUALITAS PERAWI |
7 |
VII |
1. Muslim |
6 |
Tsiqah Hafidz Imam ‘Alim bi Al-Fiqhi |
2. Abu Daud |
Tsiqah Hafidz |
|||
3. At-Tirmidzi |
Tsiqah Hafidz |
|||
4. An-Nasa’i |
Tsiqah Tsabt Hafidz |
|||
5. Ibnu Majah |
Tsiqah Hafidz |
|||
6. Ahmad bin Hanbal |
Tsiqah hafidz Faqih Hujjah |
Berdasarkan tabel di atas, dapat menggambarkan bahwa dari tingkatan shahabat sampai mudawwin jumlah perawi yang meriwayatkan hadis tersebut berbeda-beda. Sehingga memberikan gambaran jenis hadis tersebut termasuk kriteria Ahad yang ‘Aziz pada awalnya kemudian menjadi masyhur bahkan mutawatir, alasannya karena pada thabaqat pertama (sahabat) terdapat dua orang perawi yang meriwayatkan hadis, dan pada thabaqat setelah sahabat terdapat tiga orang perawi yang meriwayatkan hadis, sehingga mengindikasikan kepada kriteria masyhur. Pada thabaqat selanjutnya perawi yang meriwayatkan hadis tersebut semakin bertambah banyak sehingga menjadi mutawatir, di mana hadis mutawatir itu diriwayatkan oleh banyak orang melalui panca indra mereka dan tidak mungkin bersepakat untuk berdusta.
Pada riwayat muslim terdapat dua orang perawi yang ditajrih (diklaim negatif) oleh Ibnu Hajar yaitu Khalid bin Mihran dan Abu Khalid Al-Ahmar (Sulaiman bin Hayyan). Khalid bin Mihran berstatus tabi’in kecil (الصغرى من التابعين) dan ditajrih dengan lafadz ثقة يرسل (adil dan dlabit tetapi mursal). Karena yang terputus adalah ‘Aisyah yang berstatus sahabat dan yang memutuskan adalah Khalid bin Mihran yang berstatus tabi’in maka hadis yang sanadnya terdapat perawi yang bernama Khalid bin Mihran ini dinyatakan sebagai hadis dha’if yang mursal tabi’i (dla’if dari segi gugurnya rawi). Alasan keterputusan sanad tersebut dikarenakan setelah ditelusuri bioghrafinya, Khalid bin Mihran tidak mengakui mempunyai guru yang bernama ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq padahal dalam teks hadisnya menggunakan lafadz ‘an (عن) sehingga kelihatannya bersambung sanadnya yaitu Khalid bin Mihran menerima hadis tersebut dari ‘Aisyah (خالد بن مهران عن عائشة).
Begitu juga Abu Khalid Al-Ahmar alias Sulaiman bin Hayyan, oleh Ibnu Hajar ditajrih dengan lafadz صدوق يخطئ (jujur tetapi suka salah), hal ini berarti yang bermasalah adalah pada hafalannya, sehingga menyebabkan dia ditajrih (diklaim dla’if). Akan tetapi sanadnya tidak ada yang terputus yaitu; dari Rasul SAW kepada ‘Aisyah kepada ‘Abdullah bin Al-Harits kepada ‘Ashim bin Sulaiman kepada Abu Khalid Al-Ahmar kepada Ibnu Numair dan kepada Muslim. Setelah penulis menelusuri bioghrafi mereka tidak ada yang terputus, artinya antara guru dan murid saling mengakui adanya keterkaitan dalam proses transformasi hadis tersebut. Sehingga hadis ini dikategorikan sebagai hadis dla’if dari segi cacatnya rawi. Tetapi masih banyak dari jalur-jalur yang lain yang berkualitas tsiqat sehingga hadis yang dla’if karena sebab gugurnya rawi dan karena sebab cacatnya rawi tersebut dapat naik derajatnya menjadi hadis hasan.
Pada riwayat Abu Daud, terdapat satu orang perawi ditajrih yaitu Khalid Al-Hidza’ alias Khalid bin Mihran dengan lafadz ثقة يرسل (tsiqat tetapi mursal) dengan rangkaian sanad; Dari Rasulullah kepada ‘Aisyah kepada ‘Abdullah bin Al-Harits kepada Khalid Al-Khidza’ (Khalid bin Mihran) kepada Syu’bah bin Al-Hajjaj kepada Muslim bin Ibrahim dan kepada Abu Daud. Dengan demikian jalur ini dla’if dari segi terputusnya sanad. Akan tetapi pada jalur-jalur lainnya riwayat Abu Daud ini tsiqat sehingga bisa menguatkan hadis yang dla’if tadi, sehingga bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan.
Pada riwayat An-Nasa’i juga terdapat satu perawi yang ditajlih yaitu Al-Walid bin Muslim dengan lafadz tajrih sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Hajar yaitu: ثقة لكنه كثير التدليس والتسوية (tsiqat tetapi banyak melakukan tadlis dan taswiyah). Tadlis yaitu menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, sedangkan taswiyah adalah merupakan bagian dari tadlis isnad yaitu jika si rawi meriwayatkan dari gurunya, tetapi si rawi menggugurkan rawi dla’if yang terletak diantara dua rawi tsiqah, yang keduanya saling bertemu.[7] Dengan demikian pada jalur yang terdapat Al-Walid bin Muslim ini dinyatakan sebagai hadis dla’if , tetapi bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan karena ada jalur-jalur lain yang tsiqah yang bisa mendukungnya.
Pada riwayat Ibnu Majah pun pada sanadnya terdapat satu orang yang ditajrih yaitu Abdul Hamid bin Habib dengan lafadz tajrih صدوق ربما اخطأ artinya dia jujur tetapi terkadang salah, dengan demikian persoalannya pada hafalannya yang lemah. Jadi hadis ini masuk kategori hadis hasan karena memiliki kriteria seperti hadis shahih tetapi kekuatan hafalannya lemah.
Kemudian pada riwayat Ahmad bin Hambal, terdapat tiga orang perawi yang ditajrih yaitu ‘Ali bin ‘Ashim (صدوق يخطئ), Sufyan bin Sa’id (ثقة حافظ ربما دلس) dan Abu Ishaq Ath-Thaliqani alias Ibrahim bin Ishaq bin ‘Isa (صدوق يغرب). Dengan demikian jalur sanad yang terdapat nama ketiga perawi tersebut masuk kategori hasan, tetapi bisa naik derajatnya menjadi shahih li ghairihi karena ada jalur-jalur lain yang mendukungnya, dan hadis tersebut maqbul artinya dapat ditrima serta menjadi hujjah sehingga dapat diamalkan dalam hidup sehari-hari.
Menurut Syuhudi isma’il bahwa ke-syadz-an sanad hadis baru dapat diketahui setelah diadakan penelitian sebagai berikut:
(1) Semua sanad yang mengandung matan hadis yang pokok masalahnya memiliki kesamaan dihimpun dan diperbandingkan,
(2) Paraperiwayat di seluruh sanad diteliti kualitasnya,
(3) Paraperiwayat bersifat tsiqat dan ternyata ada seorang periwayat yang sanadnya menyalahi sanad-sanad lainnya, maka sanad yang menyalahi itu disebut sanad syadz sedang sanad-sanad lainnya disebut sanad mahfuzh.[8]
Syuhudi Isma’il menambahkan bahwa apabila terjadi pertentangan antara para periwayat dengan periwayat yang lain yang sama-sam bersifat tsiqah, maka periwayat yang sendirian “dikalahkan’ oleh periwayat yang banyak. Periwayat yang banyak dalam hal ini “dimenangkan”, karena mereka dinilai lebih kuat atau lebih tsiqah (awtsaq).[9]
Dengan demikian dalam hadis yang memuat pokok masalah tentang meminta keselamatan kepada Allah ini, dari jalur muslim terdapat sanad yang syadz yaitu yang diriwayatkan Muslim dari ‘Abdul Warits dari ‘Abdush Shamad dari Su’bah dari ‘Ashim dari Khalid bin Mihran dari ‘Aisyah dan dari Rasul SAW, jika digambarkan seperti ini;
Sanad yang syadz tersebut dikarenakan terputus sanad-nya ditingkat periwayat sahabat yaitu ‘Aisyah dan yang memutuskannya periwayat yang berstatus tabi’iy yaitu Khalid bin Mihran dengan demikian hadis tersebut dinamakan hadis mursal al-tabi’iy.
Kualitas para perawi mendukung sebuah hadis menjadi lebih berbobot dan diakui keabsahannya. Seperti halnya pada hadis tentang doa memohon keselamatan kepada Allah ini, yang pada umumnya dilakukan setelah selesai melaksanakan shalat (salam). Untuk melihat kualitas sanad-sanad hadis tersebut, maka penulis melihat ketentuan para ulama hadis dalam kitab Rijal yang pada kesempatan ini menggunakan pendapat Ibnu Hajar.
Menurut Ibnu Hajar Khalid bin Mihran itu tsiqah (adil dan dlabit) akan tetapi dia juga mursal ini terbukti dalam lafadz hadisnya mengakui dari ‘Aisyah tetapi setelah ditelusuri dalam bioghrafi Khalid bin Mihran tersebut tidak punya guru yang bernama ‘Aisyah, sehingga pada skema sanad digambarkan dari ‘Aisyah ke Khalid bin Mihran panahnya terputus-putus sebagai gambaran bahwa terjadi kecacatan pada sanad riwayat muslim dari jalur Khalid bin Mihran tersebut. Adapun rangkaian sanad yang terdapat cacat tersebut yaitu Dari ‘Aisyah ke Khalid bin Mihran ke Syu’bah, ke ‘Abdush Shamad ke ‘Abdul Warits lalu ke Muslim. Dan riwayat Muslim yang lain yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar terdapat kecacatan yaitu pada guru Ibnu Numair yang bernama Abu Khalid Al-Ahmar alias Sulaiman bin Hayyan, Ibnu Hajar mengatakan bahwa Sulaiman bin Hayyan itu jujur tetapi suka salah, dalam hal ini berarti berkaitan dengan hafalannya yaitu lemah.
Begitu juga pada riwayat Abu Daud terdapat perawi yang cacat dalam sanadnya yaitu yang bernama Khalid Al-Hidza alias Khalid bin Mihran perawi yang sama yang menjadi salah satu perawi pada sanad Muslim.
Pada riwayat An-Nasai ada salah satu perawi yang disebut oleh Ibnu Hajar sebagai orang yang tsiqah tetapi banyak tadlis dan taswiyahnya[10] yaitu yang bernama Al-Walid bin Muslim, ini menyebabkan terjadinya cacat pada sanad riwayat An-Nasa’i tersebut.
Pada riwayat Ibnu Majah terdapat satu perawi yang cacat dalam sanadnya yaitu ‘Abdul Hamid bin Habib, menurut Ibnu Hajar dia termasuk orang yang jujur tetapi terkadang salah. Begitu pula pada riwayat Ahmad bin Hanbal terdapat satu orang yang cacat yaitu yang bernama ‘Ali bin ‘Ashim. Akan tetapi masih ada jalur-jalur lain yang tsiqah sehingga bisa mengangkat derajat hadis tersebut dari dla’if menjadi hasan.
Secara historis tidak ada kasus yang khusus berkenaan dengan hadis ini, akan tetapi ada kebiasaan-kebiasaan para sahabat yang terekam dalam beberapa jalur (riwayat) terkait dengan doa meminta keselamatan ini, di antaranya; bahwa hadis ini sering diucapkan Rasulullah SAW setelah selesai shalat dan ketika melihat Baitullah pun Rasulullah SAW berdoa, sambil mengangkat kedua tangannya. Semua yang dilakukan Rsulullah tersebut diikuti oleh para sahabat dan seterusnya, hingga sekarang ini, mayoritas umat Islam umumnya membaca doa ini setelah selesai shalat, ketika mau bepergian dan dalam perjalanan. Inilah yang disebut hadis fi’liyah dan merupakan sunnah Rasul apabila dilakoninya. Hadis ini juga tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an akan tetapi sebagai penguat Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat anjuran untuk menyebarkan salam dan meminta keselamatan yang terdapat dalam tema yang bermacam-macam, oleh karena itu hadis ini sebagai bayan taqrir bagi Al-Qur’an. Karena hadis ini tidak bertentangan dengan Al-qur’an maka hadis ini boleh diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (ma’mul) dan dapat dijadikan hujjah.
E. Kesimpulan
Nama asli ‘Aisyah adalah ‘Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shiddiq At-Taimiyah, beliau adalah ibunya orang-orang yang beriman (ummul mu’minin), julukannya adalah Ummu ‘Abdillah Al-Faqihah, ibunya bernama Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abdi Syamsi bin ‘Utab bin Adzinah bin Dahman bin Al-Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. ‘Aisyah wafat pada bulan ramadhan tahun 58 Hijriyah. ’Aisyah menerima hadis mayoritas dari suaminya yaitu Muhammad Rasulullah SAW, dari ayahnya (Abu Bakar As-Shiddia), dari Umar, Hamzah bin ’Amr Al-Aslami, Sa’d bin Waqash, Jidamah binti Wahab Al-Asdiyah dan Fatimah Az-Zahrah. Sedangkan orang-orang yang menerima hadis dari ’Aisyah banyak sekali di antaranya dari jalur keluarganya, jalur sahabatnya, jalur tabi’in besar. Banyak yang menilai beliau sebagai orang yang; jujur, tempat bertanya tentang faraidh, tempat bertanya tentang kucing, orang yang lebih tahu di antara manusia lainnya, ahli fiqih, se-faqih-faqihnya manusia, sebaik-baik manusia dalam meriwayatkan hadis, jika seluruh ilmu ’Aisyah dibandingkan dengan ilmu semua istri Nabi SAW dan semua perempuan niscaya ilmu ’Aisyah lebih utama dan yang paling dicintai Rasul SAW. Hadis riwayat ‘Aisyah tersebar kebeberapa kitab hadis di antaranya; (1) Musnad Ahmad bin Hanbal, (2) Shahih Al-Bukhari, (3) Shahih Muslim, (4) Sunan Abu Daud, (5) Sunan Al-Tirmidzi, (6) Sunan An-Nasa’i, (7) Sunan Ibnu Majah, (8) Sunan Ad-Darimi dan (9) Muwatha Malik. Alasan tentang kehebatan ‘Aisyah yaitu sebagai perawi terbanyak meriwayatkan hadis diantara istri-istri yang lainnya, di antaranya yaitu; 1) ‘Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di Kamar itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. 2) Di hati rasulullah SA, kedudukan ‘Aisyah sangat istimewa, dan itu tidak dialami istri-istri beliau yang lain. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh anas bin Malik dikatakan bahwa cinta pertama yang terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada ‘Aisyah. 3) Kecerdasan ‘Aisyah dalam menyerap ilmu melalui panca inderanya ketika bersama dengan suaminya. Banyak hadis yang membicarakan tentang keutamaan ‘Aisyah di antaranya bahwa ‘Aisyah merupakan jodoh Nabi Muhammad SAW yang sudah ditentukan oleh Allah SWT yang dilihat secara langsung dalam mimpi Rasul. Rasulullah sangat memahami karakter ‘Aisyah baik ketika marah maupun sebaliknya. ‘Aisyah pernah di fitnah, tapi itu merupakan ucapan orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena ingin menjelek-jelekkan citra Rasul supaya masyarakat benci.Adasatu perbedaan yang mendasar antara ‘Aisyah dan Khadija yaitu dari segi usia, kecerdasan, fisik dan kesaksian para ulama atas pribadi ‘Aisyah.
Adapun bab-bab hadis ‘Aisyah yang dijadikan sampel penelitian (365 buah hadis) yaitu terdiri dari 12 tema besar (kitab) dan terdiri dari 265 bab sebagaiman tabel berikut:
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
1 |
الإيمان |
1 |
باب الله ذو الجلال والإكرام |
|
2 |
الأخذ بالرخصة |
|
|
3 |
تقدير المقادير قبل الخلق |
|
|
4 |
تعليم جبريل النبي أمور الدين |
|
|
5 |
حقيقة السحر |
|
|
6 |
حسن الخلق من الإيمان |
|
|
7 |
دخول الجنة |
|
|
8 |
رحمة الله الواسعة |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
9 |
رفع الحرج عن المسلمين |
|
|
10 |
شر الناس |
|
|
11 |
صفة أهل النار وجرائمهم |
|
|
12 |
العذاب في القبر |
|
|
13 |
غفران الله ورحمته |
|
|
14 |
كفارات الصغائر |
|
|
15 |
لقاء الله من الإيمان |
|
|
16 |
المداومة عن العمل |
|
|
17 |
النبي يبلغ عن ربه |
|
|
18 |
هول يوم القيامة |
|
2 |
كتاب الأخلاق والآداب |
19 |
آداب الإستئذان |
|
20 |
إكرام الضيف وخدمته |
|
|
21 |
بعض ما يتجنب من التعابير |
|
|
22 |
البغض |
|
|
23 |
تبليغ السلام |
|
|
24 |
حسن الخلق |
|
|
25 |
حقيقة الزهد في الدنيا |
|
|
26 |
رد السلام على أهل الكتاب |
|
|
27 |
سب المسلم وقتاله |
|
|
28 |
الصبر على المريض |
|
|
29 |
عاقبة الظلم |
|
|
30 |
الغضب لله ورسول الله |
|
|
31 |
الغضب في الموعظة |
|
|
32 |
فضل التقوى |
|
|
33 |
فضل صلة الرحم |
|
|
34 |
الله يحب الرفق في كل الشيئ |
|
|
35 |
مايجوز من الشعر |
|
|
36 |
منادة النبي بإسمه |
|
|
37 |
النهى عن اللعن والسباب |
|
|
38 |
النظافة |
|
3 |
كتاب الأحوال الشخصية |
39 |
الإنفاق على الوالدين |
|
40 |
استئذان البكر في الزواج |
|
|
41 |
اشتراط الولي في عقد النكاح |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
42 |
حسن معاملة البنات |
|
|
43 |
ذكر ما يكون بين الزوجين |
|
|
44 |
الرحمة بالأبناء |
|
|
45 |
عدد الرضعات المحرمة |
|
|
46 |
مقدار العقيقة |
|
|
47 |
مشابهة الولد والديه |
|
|
48 |
ما يحرم من الرضاع |
|
|
49 |
النكاح من شوال |
|
|
50 |
الولد للفراش |
|
|
51 |
وضع الثياب في غير بيت الزوج |
|
4 |
كتاب الأشربة والأطعمة |
52 |
أواني المزفت |
|
53 |
أحب الأطعمة إلى الرسول |
|
|
54 |
إباحة النبيذ مالم يسكر |
|
|
55 |
تأخير الصلاة في حضرة الطعام |
|
|
56 |
شرب الماء البارد |
|
|
57 |
قتل الحيات |
|
5 |
كتاب الجنايات |
58 |
إقامة الحدود على الجميع |
|
59 |
جلد الأمة الزانية |
|
|
60 |
حرمة شرب المسكر |
|
|
61 |
قطع يد السارق |
|
|
62 |
نصاب حد السرقة |
|
6 |
كتاب الجهاد |
63 |
قتل المسلم للمسلم |
7 |
كتاب السيرة |
64 |
بكاء الصحابة على النبي |
|
65 |
بخل أبي سفيان |
|
|
66 |
بكاء النبي |
|
|
67 |
تمريض النبي في بيت عائشة |
|
|
68 |
التواضع خلق النبي |
|
|
69 |
تخيير أزواج النبي |
|
|
70 |
تقشف النبي |
|
|
71 |
تقبيل أبي بكر النبي وهو مسجى |
|
|
72 |
تفقه عائشة فى الدين |
|
|
73 |
تبشير خديجة ببيت من قصب |
|
|
74 |
حجاب أزواج النبي |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
75 |
الحق على لسان وقلب عمر |
|
|
76 |
حب الرسول للمدينة |
|
|
77 |
الخطبة على المنبر |
|
|
78 |
خشية النبي من الله |
|
|
79 |
دخول النبي وأصحابه مكة |
|
|
80 |
رؤية النبي لعائشة في المنام |
|
|
81 |
رحمة النبي |
|
|
82 |
شدة حياء عثمان |
|
|
83 |
صلاة النبي |
|
|
84 |
ضحك النبي |
|
|
85 |
العقد على عائشة والبناء بها |
|
|
86 |
عرق النبي |
|
|
87 |
غسل النبي وكفنه والصلاة عليه ودفنه |
|
|
88 |
فراش النبي |
|
|
89 |
فضل الإسلام على الأنصار |
|
|
90 |
قتل مقاتلة بني قريظة وسبي ذريتهم |
|
|
91 |
قراءة النبي للقرآن |
|
|
92 |
قدح النبي |
|
|
93 |
كثرة بكاء أبو بكر في الصلاة |
|
|
94 |
لباس النبي الذي مات فيه |
|
|
95 |
لطف النبي في المعاملة |
|
|
96 |
ملاطفة النبي لعائشة |
|
|
97 |
مهارة أبي موسى في قراءة القرآن |
|
|
98 |
مداومة النبي على الطاعات |
|
|
99 |
مناقب قريش |
|
|
100 |
مقام أبي بكر عند النبي |
|
|
101 |
موقف عائشة من فتنة علي |
|
|
102 |
ما يلاقيه النبي من شدة الوحي |
|
|
103 |
متابعة النبي الصوم |
|
|
104 |
موقف ورقة بن نوفل |
|
|
105 |
النبي أملك الناس لإربه |
|
|
106 |
وفاة النبي في بيت عائشة |
|
|
107 |
وصية النبي |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
108 |
وفاة النبي في بيت عائشة |
|
8 |
كتاب العلم |
109 |
استحباب رقية المريض |
|
110 |
أجر من مات بالطاعون |
|
|
111 |
التداوي بالتلبية |
|
|
112 |
التداوي من السحر |
|
|
113 |
الحمى من فيح جهنم |
|
|
114 |
الدعاء للمريض |
|
|
115 |
الرقية من العين |
|
|
116 |
سحر اليهود للنبي |
|
|
117 |
صلاة المريض |
|
|
118 |
صلاة النبي |
|
|
119 |
عدد أيام الشهر |
|
|
120 |
كراهية المريض للدواء |
|
|
121 |
المرض كفارة للذنوب |
|
|
122 |
المراجعة في العلم |
|
|
123 |
مرض النبي |
|
|
124 |
ما يجوز من الرقي |
|
9 |
كتاب العبادات |
125 |
اغتسال الرجال والمرأة من إناء واحد |
|
126 |
إشعار الهدي وتقليدها |
|
|
127 |
استفتاح الصلاة بالتكبير |
|
|
128 |
إتمام السجود |
|
|
129 |
ألفاظ التلبية |
|
|
130 |
اتخاذ القبور مساجد |
|
|
131 |
إزالة المني |
|
|
132 |
إرسال الهدي إلى مكة |
|
|
133 |
أذان الفجر |
|
|
134 |
إفراد الحج |
|
|
135 |
أداء الحائض مناسك الحج والعمرة |
|
|
136 |
أكل المحرم من الصيد الحلال |
|
|
137 |
الاضطجاع بعد سنة الفجر |
|
|
138 |
استحباب صوم عاشوراء |
|
|
139 |
الاقتصاد في ماء الغسل |
|
|
140 |
ادخار لحوم الأضاحي |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
141 |
الإستعاذة من النار |
|
|
142 |
الاستعاذة من شر غاسق |
|
|
143 |
الاستعاذة من عذاب القبر |
|
|
144 |
أدعية الرسول في كل مناسبة |
|
|
145 |
الإمام ضامن |
|
|
146 |
اتخاذ ثياب خاصة للحيض |
|
|
147 |
إصابة دم الحيض الثوب |
|
|
148 |
بدن وثوب الحائض |
|
|
149 |
بناء الكعبة |
|
|
150 |
تأخير الجنب الغسل |
|
|
151 |
تحسين الوضوء |
|
|
152 |
النزول بالمصحب |
|
|
153 |
التسبيح في الركوع |
|
|
154 |
ترك الجماعة لمدافعة الأخبثين |
|
|
155 |
تصرف المرأة في المال |
|
|
156 |
تلوث الثوب بالبول |
|
|
157 |
التعجيل بالإفطار |
|
|
158 |
ترجيل المعتكف شعره وحلقه |
|
|
159 |
التطوع قبل الفجر |
|
|
160 |
تخفيف سنة الفجر |
|
|
161 |
ترك الجماعة لحضور الطعام |
|
|
162 |
التكبير في صلاة العيد |
|
|
163 |
التطوع في البيت |
|
|
164 |
الجماعة في الصلاة على الميت |
|
|
165 |
حمد الله على نعمه |
|
|
166 |
حج النساء |
|
|
167 |
الحائل بين الإمام والمأموم |
|
|
168 |
الحركة اليسيرة في الصلاة |
|
|
169 |
حكم الإعتكاف |
|
|
170 |
حكم النذر |
|
|
171 |
حداد المرأة في الإسلام |
|
|
172 |
حيض المرأة بعد الإفاضة |
|
|
173 |
حكم اتخاذ السترة |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
174 |
حكم سنة الفجر |
|
|
175 |
حكم قيام الليل |
|
|
176 |
حكم السعي بين الصفا والمروة |
|
|
177 |
خروج النساء للجماعة |
|
|
178 |
الدعاء عند سجود التلاوة |
|
|
179 |
دعاء الأنبياء |
|
|
180 |
الدعاء في الركوع |
|
|
181 |
الدعاء وقت نزول المطر |
|
|
182 |
الدعاء فى السجود |
|
|
183 |
الدعاء بغفران الخطايا |
|
|
184 |
رفع اليدين فى الدعاء |
|
|
185 |
الساعة في وقت العصر |
|
|
186 |
صلاة ركعتين عند رجوع المسافر |
|
|
187 |
صلاة الرجل مع اهل بيته |
|
|
188 |
الصوم في دي الحجة |
|
|
189 |
الصيام في السفر |
|
|
190 |
صلاة الكسوف جماعة |
|
|
191 |
الصلاة عن مغالبة النوم |
|
|
192 |
ضغطة القبر |
|
|
193 |
طوا ف الحائض بالبيت |
|
|
194 |
الطهارة من شروط الصلاة |
|
|
195 |
عدد ركعات سنة الظهر |
|
|
196 |
عدد ركعات صلاة الوتر |
|
|
197 |
عدد ركعات قيام الليل |
|
|
198 |
عدد ركعات قيام رمضان |
|
|
199 |
عذاب الميت ببكاء أهله |
|
|
200 |
عدد أثواب الكفن |
|
|
201 |
العمرة من التنعيم |
|
|
202 |
الغسل من التقاء الختانين |
|
|
203 |
فضل قيام الليل |
|
|
204 |
فضل قيام رمضان |
|
|
205 |
فضل السواك |
|
|
206 |
فضل صلاة الجماعة وحكمها |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
207 |
فضل ليلة القدر |
|
|
208 |
فتنة المال |
|
|
209 |
فضل سنة الظهر |
|
|
210 |
قضاء الحائض العبادات |
|
|
211 |
قتل المحرم الفواسق في الحرم |
|
|
212 |
القران بين الحج والعمرة |
|
|
213 |
القبلة والمباشرة للصائم |
|
|
214 |
القراءة في الكسوف |
|
|
215 |
كيفية صلاة الكسوف |
|
|
216 |
كسر عظم الميت |
|
|
217 |
كيفية نزع الروح |
|
|
218 |
اللعب فى المساجد |
|
|
219 |
مباشرة الحائض |
|
|
220 |
مرور النساء أمام المصلي |
|
|
221 |
مايجزئ في الهدي والأضحية |
|
|
222 |
مكان دخول مكة |
|
|
223 |
مؤاكلة الحائض |
|
|
224 |
نجاسة المني |
|
|
225 |
نذر المعصية |
|
|
226 |
النوم مع حائض في ثيابها |
|
|
227 |
نعي الميت |
|
|
228 |
وجوب صوم رمضان |
|
|
229 |
وقت قيام الليل |
|
|
230 |
وضوء الجنب |
|
|
231 |
وجوب قراءة الفاتحة فى الصلاة |
|
|
232 |
وجوب الغسل من الجنابة |
|
|
233 |
وقت السحور |
|
|
234 |
وقت الوتر |
|
|
235 |
وقت عمرة النبي |
|
|
236 |
وقت ليلة القدر |
|
|
237 |
وجوب القيام في الصلاة |
|
10 |
كتاب القرآن |
238 |
تفسير سورة آل عمران آية رقم 7 |
|
239 |
تفسير سورة النساء آية رقم 123 |
|
الرقم |
الكتاب |
الرقم |
الباب |
|
240 |
تفسير سورة إبراهيم آية رقم 48 |
|
|
241 |
تفسير سورة الأحزاب آية رقم 50 |
|
|
242 |
تفسير سورة المزمل آية رقم 1 |
|
|
243 |
تفسير سورة الانشقاق آية رقم 8 |
|
|
244 |
سماع النبي القرآن من غيره |
|
|
245 |
الماهر القرآن مع البررة |
|
|
246 |
نزول سورة البقرة آية رقم 275 |
|
|
247 |
نزول سورة النساء أية رقم 43 |
|
|
248 |
سورة المجادلة آية رقم 1 – 4 |
|
|
249 |
نزول سورة النصر آية رقم 1 |
|
11 |
كتاب اللباس والزينة |
250 |
اتخاذ الصور فى المنازل |
|
251 |
إسبال الثياب |
|
|
252 |
استعمال الطيب عند الإحرام |
|
|
253 |
الأعلام في الثياب |
|
|
254 |
ثياب النبي |
|
|
255 |
حب النبي للطيب |
|
|
256 |
حكم الذهب للرجال |
|
|
257 |
محارم المرأة |
|
|
258 |
المسك |
|
12 |
كتاب المعاملات |
259 |
الحث على الصدقة |
|
260 |
الرهن عند اليهود |
|
|
261 |
الصدقة عن الموتى |
|
|
262 |
على من يجيب الضمان |
|
|
263 |
كسب الرجل بيده |
|
|
264 |
ماكان النبي وأصحابه يأكلون |
|
|
265 |
الولاء لمن أعتق |
Karena melihat keterbatasan waktu, penulis membatasi hanya satu hadis saja yang di takhrij secara I’tibar yaitu hadis tentang meminta keselamatan (اللهم انت السلام ومنك السلام …). Hadis ini secara kuantitas termasuk kepada hadis Ahad yang yang ‘Aziz pada awalnya, akan tetapi pada thabaqat selanjutnya perawinya semakin bertambah sehingga menjadi masyhur bahkan sampai mencapai mutawatir. Lafdz hadits ini bil ma’na artinya lafadznya berbeda tetapi maksudnya sama. Sedangkan secara kualitas hadis ini termasuk hadis hasan karena ada perawi yang lemah hafalannya dan termasuk hadis yang maqbul.
Secara historis memang tidak ada kasus yang khusus berkenaan dengan hadis ini, akan tetapi ada kebiasaan-kebiasaan para sahabat yang terekam dalam beberapa jalur (riwayat) terkait dengan doa meminta keselamatan ini, di antaranya; bahwa hadis ini sering diucapkan Rasulullah SAW setelah selesai shalat dan ketika melihat Baitullah pun Rasulullah SAW berdoa, sambil mengangkat kedua tangannya. Semua yang dilakukan Rsulullah tersebut diikuti oleh para sahabat dan seterusnya, hingga sekarang ini, mayoritas umat Islam umumnya membaca doa ini setelah selesai shalat, ketika mau bepergian dan dalam perjalanan. Inilah yang disebut hadis fi’liyah dan merupakan sunnah Rasul apabila dilakoninya. Hadis ini juga tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an akan tetapi sebagai penguat Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat anjuran untuk menyebarkan salam dan meminta keselamatan yang terdapat dalam tema yang bermacam-macam, oleh karena itu hadis ini sebagai bayan taqrir bagi Al-Qur’an. Karena hadis ini tidak bertentangan dengan Al-qur’an maka hadis ini boleh diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (ma’mul) dan dapat dijadikan hujjah.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Wensinck, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Hadits Al-Nabawi, Brill,Leiden, 1936.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, 2000.
Muslim bin Al-Hajjaj, Al-Jami’ Ashahih Shahih Muslim, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, tt.
Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan Al-Tirmidzi, Dar Ihya Al-Turats Al-‘Arabi, Beirut-Libanon, 1995.
Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut-Libanon, 1995.
Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut-Libanon, 1996.
Muhammad bin Yazid AlQazwini, Sunan Ibnu Majah, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut-Libanon, 1998.
Abdullah bin Abdirrahman bin AlFadlal bin Bahram Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut-Libanon, 1996.
Imam Malik, Muwatha’, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut-Libanon, 2002.
Ahmad bin Hanbal, Musnad ahmad bin Hanbal, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, tt.
Syuhudi Isma’il, Kaidah-kaidah Kesahihan Hadis, Bulan Bintang,Jakarta, 1995.
Syafiur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawi, Pustaka Al-Kautsar,Jakarta, 1997.
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah Lin Nasyr wa Al-Tauzi’, Riyadl, 1998 M / 1319 H.
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Kitab Tahdzib Al-Tahdzib, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, 1995 M/1415 H.
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Kitab Taqrib Al-Tahdzib, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, 1995.
Badudu-Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, 2001.
Mahmud Thahan, Taisir Mushthalah Al-Hadis, Dar Al-Fikr, Beirut-Libanon, tt
Tim penyusun (Azyumardi Azra dkk.), Ensiklopedi Islam, PT. Ikrar Mandiri Abadi,Jakarta, 1997.
Endang Soetari, Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah, Cet. II, Amal Bakti Press, Bandung, 2000.
Ahmad lutfi, Kajian Kitab Durrat Al-Nashihin, Disertasi, 2000.
‘Abdurrahman bin Abu Bakar, Syarah As-Suyuthi, 13 Juz, Cet.II, Maktab Al-Mathbu’ah Al-Islamiyah, Halab, 1986.
Nur Ad-Din bin Abd Al-Hadi, Hasyiyah As-Sindi, 24 Juz, Cet.II, Maktab Al-Mathbu’ah Al-Islamiyah, Halab, 1986.
Muhammad Syamsu Al-Haq Al-‘Adhim Abadi, ‘Aun Ma’bud, 10 Juz, Cet.II, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, 1415.
Muhammad ‘Abd Ar-Rahman bin ‘Abd Ar-Rahim Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwadzi, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, 1353.
‘Abd Ar-Rauf Al-Munadi, Faidl Al-Qadir, 6 Juz, Cet.I, Al-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra, Mesir, 1356.
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani, Fath Al-Bari, 13 Juz, Dar Al-Ma’arif,Beirut, 1379.
Yusuf ‘Abdullah bin ‘Abd Al-Bar, At-Tamhid li Ibni ‘Abd Al-Bar, 24 Juz, Wizarah ‘Umum Al-Auqaf wa Asy-Syu’uni Al-Islamiyah, Al-Maghrib, 1387.
Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, Pustaka Thariqul Izzah,Bogor, 2005.
Abdurrahman Asy-Syarqowi, Roman Sejarah Muhammad Sang Pembebas, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 1997.
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadz Al-Qur’an Al-Karim,Maktabah Dahlan,Indonesia, tt.
Mahmud Thahan, Ushul Al-Takhrij wa Dirasah Al-Asanid, Cet.I, Al-Maktabah Al-‘Arabi Bab An-Nashar, 1978.
Abu Firdaus Al-Halwani, Wanita-wanita Pendamping Rasulullah, Cet.I, Al-Mahalli Press,Yogyakarta, 1996.
Ibrahim Rabi’ Muhammad, Ensiklopedi Perdana dalam Islam, Cet.I, Dar Ulum, Mesir, 2004.
Amru Yusuf, Zaujah Ar-Rasul, Dar As-Sab’u, Riyadl, tt.
CD Hadis, Mausu’ah Al-Hadits Asy-Syarif, Cet.II, Jami’ Al-Huquq Mahfudhah Syirkah Al-Baramij Al-Islamiyah Ad-Dauliyah, Global Islamic Software Company, 1991-1997.
[1] Lihat Syafiur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawi, hal. 623-625, Pustaka Al-Kautsar,Jakarta, 1997.
[2] Lihat Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, hal. 2083, Bait Al-Afkar Ad-Dauliyah Lin Nasyr wa Al-Tauzi’, Riyadl, 1998 M / 1319 H.
[3] Al-Mubarakfury, Loc.Cit., hal. 625.
[4] Al-Kutub Al-Tis’ah adalah 9 kitab yang dijadikan rujukan dalam penelusuran Hadis dan merupakan sumber asli Hadis. Di antaranya yaitu; Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Al-Nasa’I, Sunan Al-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan Al-Darimi dan Muwatha’ Malik.
[5]Lihat Mahmud Thahan, Ushul Al-Takhrij wa Dirasah Al-Asanid, hal. 96, Cet. I, Al-Mathba’ah Al-‘Arabi Bab An-Nashar, 1978 M/1398 H.
[6]Lihat Ahmad Bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Hal. 1823, Bait Al-Afakar Ad-Dauliyah, li An-Nasyr wa At-Tauzi’, Riyadl, 1998.
[7]Lihat Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, hal. 97, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2005.
[8] Lihat Syuhudi Isma’il, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, hal. 144, Cet.II, Bulan Bintang, Jakarta, 1995.
[9] Ibid.
[10]Tadlis yaitu menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, lalu menampakkannya bagus. Sedangkan Taswiyah yaitu jika si rawi meriwayatkan dari gurunya, tetapi si rawi menggugurkan rawi dla’if yang terletak di antara dua rawi tsiqah, yang salah satu (dari dua rawi tsiqah ini) saling bertemu.Jadi bentuk hadis tersebut sebenarnya adalah bahwa si rawi meriwayatkan suatu hadis dari gurunya yang tsiqah, guru yang tsiqah ini meriwayatkan dari guru yang dla’if, dari rawi tsiqah yang kedua.Kedua rawi tsiqah tersebut saling b ertemu satu sama lain. Kemudian si mudallis mendatang hadis dari rawi tsiqah yang pertama, lalu dia gugurkan rawi yang dla’if pada sanadnya, sehingga sanadnya menjadi dari rawi tsiqah yang pertama dari rawi tsiqah tang kedua dengan menggunakan lafadz yang mengandung penegrtian seluruh rawinya tsiqah. Di antara perawi yang sering melakukannya adalah al-Walid bin Muslim. (Lihat penjelasan Mahmud Thahan dalam “Ilmu Hadis Praktis” hal. 97-98, Pustaka Thariqul Izah, Bogor, 2005.